Buat teman-teman yang bingung mau lanjut kuliah kemana,aku punya solusinya.
Kalian pengen kuliah kesehatan yang biayanya juga terjangkau.
Yuk mari .. datang ke kampus kami di jl.Raya Soekarno Hatta Lingkar Barat,Palembang
atau bisa hubungi 0711-440400 fax: 0711-446500
dengan program S1 KESEHATAN MASYARAKAT,PSIKOLOGI,SASTRA INGGRIS
dan PROGRAM D3 FARMASI,APIKES,RONTGEN,ANALIS.
persyaratan :
1. Foto copy ijazah/STTB yang di legalisir/Surat Keterangan Lulus dari Kepala Sekolah
2. Pas foto ukuran 4x6 (5lembar)
untuk administrasi nya bisa langsung hubungi no telp di atas.
Rabu, 30 September 2015
Makalah Antihistamin
PENGERTIAN
Antihistaminika adalah zat zat
yang dapat mengurangi atau menghalagi efek hisyamin terhadap tubuh dengan jalan
mengeblok reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada awalnya hanya di
kenal 1 tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus
pada tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis
reseptor histamine dapat di bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan
reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006, 815)
Berdasarkan penemuan ini,
antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni antagonis reseptor H1(singkatnya
disebut H1 blokers atau antihistaminika ) antagonis reseptor H2(H2
blokers atau zat penghambat asam) . (Hoan Tjai, 2006, 815)
Antihistamin (antagonis histamin)
adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah
antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana
pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin
klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.
(http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)
Antihistamin ini biasanya
digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan
berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari
tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah
signifikan di tubuh.
(http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)
Antihistaminika dapat digolongkan
menurut struktur kimianya sebagai berikut :
Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus
umum X = O) difenhidramin dan turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral),
karbinoksamin (Rhinopront), feniltoloksamin dalam Codipront.
Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja seperti atropin dan bekerja
depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek sampingannya: mulut kering,
gangguan penglihatan dan perasaan mengantuk.
Persenyawaan-persenyawaan
alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol dan mepiramin. Kegiatan
depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya lemah. Efek
sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
Persenyawaan-persenyawaan
alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya, tripolidin.
Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan
merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
Persenyawaan-persenyawaan
piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada wanita hamil.
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada wanita hamil.
Sebelumnya antihistamin
dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni etanolamin,
etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan
antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser
popularitas penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan
penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi
pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua
berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama lebih menyebabkan
sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini
dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem
saraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi
kedua lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga
mengurangi kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga
merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit (desloratadine
dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi
ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik
dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine
memang memiliki risiko aritmia jantung yang lebih rendah dibandingkan obat
induknya, terfenadine. Demikian juga dengan levocetirizine atau desloratadine,
tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau loratadine.
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap
reseptor histamine:
Antagonis Reseptor Histamin
H1
Secara klinis digunakan untuk
mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina,
desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat
antipsikotik ini), dan prometazina.
Antagonis Reseptor Histamin
H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di
sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan
demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina,
nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin
H3
Antagonis H3 memiliki khasiat
sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang
diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh
obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin
H4
Memiliki khasiat imunomodulator,
sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya
adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga
memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan
antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai
antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
Antihistaminika adalah zat-zat
yang dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas tubuh dari histamin yang
berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi.
Bila dilihat dari rumus
molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga terdapat dalam
molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian
lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya
antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai
kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin seperti halnya dengan
adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya melalui
persaingan substrat atau ”competitive inhibition”.
Obat-obat inipun tidak
menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigen-antibody, melainkan
masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor)
dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena
antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus
menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang
spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat dianggap etilamin lah dari antihistaminika
yang bersaing dengan histamin untuk sel-sel reseptor tersebut. Sebagai inverse agonist, antihistamin H1
beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang
belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor
histamine H1 ini bisa mengurangi permiabilitas vaskular, pengurangan
pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Tak ayal secara
klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif
berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang
efektif untuk mengontrol nasal
congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir.
Sementara itu antihistamin
generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih baik. Keduanya
lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan
lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu,
obat ini juga memiliki kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis
histamin
. Antihistamin generasi baru ini
mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion
kalsium melintasi sel mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan
ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan
bekerja pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Selain berefek sebagai anti
alergi, antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal ini
terlihat dari studi in vitro
desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi menunjukkan,
desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori, seperti
menghambat pelepasan intracellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga
memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan
tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan
bisa memperbaiki nasal congestion
pada beberapa double-blind,
placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi
sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih
lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.
Pemberian antihistamin H1
secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapai konsentrasi puncak plasma
rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%.
Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase system. Konsentrasi
plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan
kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1
sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24
jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat
berbeda jauh dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari
sementara metabolit aktifnya, N-desmethylastemizole,
memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek
antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak
terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada
anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien
yang menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.
Antagonis reseptor H1
Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat,
difenhidramin juga bersifat spasmolitik sehingga dapat digunakan pada
pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang
khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat,
Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan
persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.
Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi
tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek
sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti
yang lain, tetapi kebaikannya terletak pada sifatnya yang tidak merangsang
selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi
pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy
Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg
Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
klorfenamin (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM,
KF; Pehaclor, Phapros)
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor
pada molekul feniramin meningkatkan khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi
derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek sampingan dari obat ini
hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10
mg.
deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)
adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri
dari suatu campuran rasemis) yang terutama bertanggung jawab untuk
kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini tidak
melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk
perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan
untuk menghindarkan dan mengobati perasaan mual karena mabuk jalan dan
pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi berlangsung lama (9 –
24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang
penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum
dibuktikan.
Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama
dan sedikit saja sifat menidurkannya. Disamping ini juga memiliki sifat
menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif pada bermacam-macam jenis
vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler,
yakni melindungi jantung terhadap rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi.
Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan perifer (betis, kaki, tangan)
diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan tachycardia dan
hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan
vasodilator-vasodilator lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg,
untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari 75 mg
primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5
mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat
ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat,
yaitu ¼ sampai ½ jam dan berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat
antihistaminikum yang sangat kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan
efek sampingannya sama seperti antihistaminika lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 – 40 mg seharinya
Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum
yang kuat dan memiliki kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan
potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda
(sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya
diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50 mg;
parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat badan
promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat
dan penggunaan yang sama dengan dimenhidrinat, tetapi tanpa efek
menidurkan.
Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga
memiliki khasiat antikolinergik yang kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma
bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu
antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik lemah dan merupakan satu-satunya
zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing,
mual dan mulut kering. Tidak boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi
urine dan pada wanita hamil.
Mebhidrolin : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu
antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
Antagonis Reseptor Histamin
H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal.
Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis
reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina,
ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin
H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan
memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin
H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti
khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya
juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan
trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi
hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau
tahunan, rhinitis vasomotor,
alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai
terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki
indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai
antitusif, sleep aid,
anti-parkinsonism atau motion sickness.
Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum,
analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik.
Prometazin digunakan untuk motion
sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
Antihistamin generasi
pertama: hipersensitif
terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir
atau premature, ibu menyusui, narrow-angle
glaucoma, stenosing peptic
ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma),
pasien yang menggunakan monoamine
oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
Antihistamin generasi kedua
dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau
terkait secara struktural.
Terjadi pada 15 -25% pasien yang di beri antihistamin,
dengan derajat intensitas yang berada secara individual. (Imam Budi: 2008)
Depresi atau stimulasi susunan saraf pusat
Depresi susunan saraf pusat berupa sedasi bahkan
sampai spoor sering menggangu aktivitas sehari-hari, teqadi pada pemakaian
golongan amino alkil ether dan phenothiazine, tolerans terhadap efek sedasi
dapat terjadi setelah beberapa hari pemberian.
Efek terhadap
susunan syaraf pusat yang lain dizinus,
tinnitus, gangguan koordinasi, konsentrasi berkurang dan gangguan penglihatan/
diplopia.
Stimulasi
susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat
terjadi pada pemakaian golongan alkylamine.
efek anti
kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering
dapat terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan
piperazine.
Dermatitis,
erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama
setelah pemakaian secara topical.
halusinasi,
ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik (flusing, pupil lebar, febris).
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian
antihistamin H‑1 secara topical golongan ethylene diamine pada
penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang mirip(
aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan
bersama dengan obat antidepresan obat
anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek
vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi
lebih berat dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine,
furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat
menimbulkan efekteratogenik.
\
Alergi merupakan suatu reaksi
abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat asing. Saat alergen
masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara
berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin
E tersebut kemudian menempel pada sel mast. Pada tahap berikutnya, alergen akan
mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut
memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin
menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin
yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena
alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin yang banyak dijual
secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan
gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang,
tidak menyembuhkan alergi.
Sebaiknya, alergi dapat dihindari
dengan cara-cara berikut ini.
Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat.
Cari tahu komposisi atau kandungan makanan atau
obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis
makanan baru dalam porsi kecil sehingga Anda dapat mengetahui
reaksi alerginya.
Penderita alergi sebaiknya selalu
membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen yang
dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan
darurat.
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi
melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005.
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba
Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI
Budi, Imam. 2008. Pemakaian
Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat
Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008.
Jakarta: PT. ISFI
Langganan:
Postingan (Atom)